Kelas 1-3 BPJS Kesehatan Dihapus, Tarif Baru Lebih Merakyat

Kelas 1-3 BPJS Kesehatan Dihapus, Tarif Baru Lebih Merakyat?

Pemerintah berencana untuk mengubah golongan layanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Proses uji coba dilakukan di beberapa rumah sakit terpilih paling siap mulai tahun ini.

Dengan kebijakan ini, artinya kelas BPJS Kesehatan yang saat ini terdiri dari kelas 1, 2 dan 3 akan dihapuskan. Sehingga penerapan kelas BPJS ke depan tunggal atau disebut kelas standar.

Begitu juga dengan iurannya akan ditetapkan tunggal. Meski demikian tarif iurannya belum disampaikan pemerintah secara rinci.

Kelas 1-3 BPJS Kesehatan Dihapus, Tarif Baru Lebih Merakyat

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, terkait iuran pihaknya akan melakukan koordinasi dulu dengan Kementerian Keuangan. Sebab, keputusan anggaran ada di Sri Mulyani.

“Kemudian menanyakan iuran BPJS. Itu nanti mesti ngomong ke Kementerian Keuangan, karena itu sudah merupakan pendapatan yang beliau (Sri Mulyani) yang berwenang,” ujarnya saat rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI.

Sementara itu, Anggota DJSN Iene Muliati menyebutkan, untuk tarif masih dalam perhitungan. Secara rinci akan dijelaskan saat kebijakan kelas standar disepakati bersama dengan DPR RI.

“Kita masih dalam proses untuk tarif. Ini harus selesaikan dan sepakati dulu yang 12 kriteria (kelas standar). Kalau sudah disepakati baru hitung bagaimana tarif dan dampak pembiayaan lainnya,” jelasnya https://www.americanriverbrewingcompany.com/.

Sebelumnya, Saleh Partaonan Daulay, Anggota Komisi IX DPR pernah mengusulkan agar besaran iuran BPJS Kesehatan, jika kelas standar diterapkan dengan nilai Rp 75.000. Karena berhitung berdasarkan aktuaria kelas 3 dan kelas 2.

Disisi lain, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menghimbau agar pemerintah dan otoritas dalam menerapkan tarif iuran BPJS Kesehatan kelas standar harus mempertimbangkan kondisi finansial dan daya beli peserta mandiri.

Ketua YLKI Tulus Abadi menjelaskan kelas standar secara harfiah memang merupakan amanat Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), oleh karena itu pemerintah kata Tulus sebaiknya harus mempertimbangkan kemampuan para peserta mandiri atau Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) terutama yang Kelas III.

Artinya tarif kelas standar BPJS Kesehatan harus bisa dijangkau untuk semua kalangan atau harus lebih murah dari tarif yang berlaku saat ini.

“Tarif ini, memang dengan kelas standar ini kan harapannya akan menjadikan tarif yang lebih rasional kepada masyarakat. Tapi, implikasinya ke kelompok menengah ada kenaikan,” ujar Tulus kepada CNBC Indonesia.

“Artinya pemerintah untuk menetapkan sistem tarifnya harus ada kajian komprehensif yang memperhatikan semua kepentingan, semua stakeholder. Khususnya di kelas menengah ke bawah, terutama yang Kelas III,” kata Tulus melanjutkan.

Seperti diketahui, sejak Januari 2021 iuran BPJS Kesehatan Kelas III peserta PBPU telah mengalami kenaikan. Iuran yang berlaku saat ini adalah sebesar Rp 42.000 per bulan, namun pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 7.000 per anggota.

Sehingga peserta PBPU Kelas III BPJS Kesehatan harus membayar Rp 35.000 per bulan, naik Rp 9.500 dari sebelumnya hanya Rp 25.500 per bulan. Sementara untuk Kelas I Rp 150.000 per bulan dan Kelas II Rp 100.000 per bulan.

Adapun bila mengalami keterlambatan atau tunggakan pembayaran, maka akan ada denda yang dikenakan. Besaran denda diatur dalam Perpres No. 64 Tahun 2020 di mana denda yang dibebankan sebesar 5% dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap dikalikan jumlah bulan tunggakan.

Pun jika dilihat dari jumlah kepesertaannya, berdasarkan data DJSN, Kelas III memiliki jumlah peserta yang tidak bisa dibilang sedikit, yakni sebanyak 23 juta orang atau tepatnya 23.126.007 peserta per Juni 2021.

“Kalau dengan kelas standar artinya nanti Kelas III kan terjadi kenaikan itu yang harus ada perhitungan kemampuan finansial, daya beli, dan lain sebagainya,” ujar Tulus.

Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan Dihapus,

Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan Dihapus, Apa Saja Konsekuensinya?

Tahun ini pemerintah bakal merombak sistem pelayanan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan. Kelas rawat inap 1, 2, dan 3 yang selama ini diterapkan akan dihapus. Sebagai gantinya, para peserta hanya mendapatkan layanan kelas tunggal atau Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) saat di rawat di rumah sakit.

Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Lane Muliati, menuturkan tujuan penghapusan kelas rawat inap ini untuk menciptakan keadilan bagi masyarakat. Pun dirinya mengaku sudah memiliki road map penerapan kelas tersebut.

“Ini dimaksudkan agar semua peserta (pasien) berhak untuk mendapatkan pelayanan baik medis maupun non-medis dengan porsi yang sama,” ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR RI beberapa waktu lalu.

 

Dirangkum dari hasil liputan sebelumnya, berikut sederet konsekuensi jika kelas rawat inap BPJS Kesehatan dihapus:

1. Adanya Biaya atau Asuransi Tambahan

Para peserta yang menghendaki layanan yang lebih baik dari standar yang ditetapkan, maka harus mengeluarkan biaya tambahan. Hal ini sesuai amanat Pasal 23 Ayat 4 Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Biaya baru ini bisa diambil dari program asuransi kesehatan tambahan yang diikuti peserta. Alternatif lainnya peserta dapat membayar sendiri selisih biaya yang dijamin BPJS Kesehatan dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas rawat inap.

Kelas Rawat Inap BPJS Kesehatan Dihapus,

2. Layanan yang Tidak Sebanding Iuran Sebelumnya

Pengamat asuransi yang juga komisaris di PT Sompo Insurance, Irvan Rahardjo, mengatakan penerapan kelas standar rawat inap ini bakal berdampak baik bagi tumbuhnya asuransi komersil. Di sisi lain, kata Ivan, kebijakan ini membuat masyarakat yang selama ini membayar iuran lebih akan menerima layanan yang lebih sedikit karena disamakan dengan peserta dengan iuran yang lebih rendah. Untuk itu, Irvan menyebut penyeragaman iuran pun jadi penting untuk menerapkan kebijakan ini.

3. Nilai Iuran Peserta BPJS Kesehatan Berubah

Konsekuensi lain dari penghapusan kelas rawat inap adalah berubahnya nilai iuran peserta BPJS yang selama ini terdiri dari tiga kelas. Menurut anggota DJSN, Muttaqien, perkara iuran ini masih belum ada keputusan final. “Nanti akan diputuskan dalam proses penentuan kebijakannya, yang terbaik untuk semua pemangku kepentingan dan peserta,” ujarnya kepada media.

4. Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Direvisi

Ketua DJSN, Andie Megantara, menyatakan penghapusan kelas BPJS Kesehatan akan diikuti oleh revisi Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018. Sejalan dengan revisi Perpres, pemerintah bakal menerbitkan beleid yang mengatur petunjuk teknis pelaksanaan penyeragaman kelas. Revisi ditargetkan selesai pada April hingga Juni 2022. Selain itu, penerapan KRIS akan disertai dengan persiapan infrastruktur rumah sakit.

5. Terdapat 12 KRIS

Pemerintah menyepakati 12 KRIS untuk meningkatkan mutu layanan JKN. KRIS akan menggantikan klasifikasi perawatan BPJS Kesehatan yang sebelumnya terbagi menjadi kelas 1,2, dan 3. “Ke-12 kriteria KRIS JKN ini bukan merupakan kriteria baru. Penerapan kriteria telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan sebelumnya,” ujar Andie dalam rapat kerja bersama DPR, Kamis, 31 Maret 2022.